Public Transportation in SG

Traveling in Singapore is so enjoyable because they provide great public transportations.

Selama di Singapura saya tidak menemui kesulitan untuk bermobilitas. Sedari awal, saya merasa perlu mencari tahu transportasi apa yang harus saya gunakan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Beruntungnya, saya memukan situs gothere.sg. Situs ini kurang lebih mirip dengan Google Maps. Namun gothere.sg memberikan informasi secara lebih lengkap dan detail. Saya bisa tahu line MRT mana yang harus saya gunakan, harus transfer di stasiun apa, berapa lama waktu tempuhnya, hingga berapa biaya yang saya keluarkan. Sementara Google Maps lebih banyak saya gunakan untuk mencatat nama jalan yang harus saya lewati ketika berjalan kaki (walaupun kebanyakan akhirnya nyasar). Semua informasi tersebut saya tulis secara lengkap di itinerary. Dan hasilnya, memang banyak membantu 🙂

Karena belum pernah menikmati moda transportasi publik yang baik, saya sangat terkesan dengan MRT di Singapura. Kereta MRT selalu datang tepat waktu. Bahkan kita tidak perlu berlama-lama menunggu kereta selanjutnya, setiap beberapa menit sekali kereta pasti akan datang. Begitu keluar dari satu kereta dan harus transfer ke kereta lain, kita tinggal masuk saja. Tidak ada cerita kereta terlambat. Informasi kedatangan kereta pun terpampang jelas melalui monitor-monitor di dalam stasiun.

Mayoritas penduduk Singapura memang memanfaatkan kereta MRT untuk berpergian. Di dalam kereta, mata saya tidak bisa berhenti jelalatan mengamati keadaan sekitar. Sementara Singaporean yang lain selalu terlihat cuek dan fokus. Kebanyakan mereka akan memainkan gawainya atau membaca buku. Ada banyak pekerja kantoran, dengan pakaian mereka yang necis-necis, yang memanfaatkan MRT untuk pergi dan pulang ke kantor. Wanita-wanita di sana, dengan tubuhnya yang langsing, selalu terlihat fashionable.

Oh ya, di setiap gerbong kereta MRT tersedia reserved seat atau tempat duduk yang dikhususkan bagi manula, ibu hamil, atau penderita difabel. Tempat duduk ini diberi warna lebih gelap dari tempat duduk yang lain. Walaupun semua orang bisa duduk di sini, tetapi mereka memang benar-benar mendahulukan orang-orang yang berhak. Begitu terlihat ada kakek atau nenek yang masuk, mereka beranjak dan mempersilakan. Kereta MRT dan seluruh fasilitas transportasi di Singapura juga dirancang sangat baik bagi penderita difabel atau ibu-ibu ber-stroller.

Ada kejadian lucu selama saya naik MRT. Jadi ceritanya saya naik kereta dengan jarak tempuh yang lumayan jauh, dari Pioneer menuju Harbourfront. Saya tidak sadar meminum air di dalam kereta karena tidak ada kerjaan (?). Begitu saya masukkan botol ke dalam tas, saya mendengar peringatan bahwa di dalam kereta dilarang makan atau minum. Saya sudah tahu hal ini sebelumnya, tapi waktu itu saya benar-benar lupa! Saya langsung deg-degan, ditambah lagi ketika melihat ada stiker yang menyatakan bahwa para pelanggar yang makan atau minum akan didenda sebesar…. $500. Dalam hati, saya menjerit “Ya Allah, aku nggak punya uang lima ratus dollar!! Haduh bayar pakai apa nanti?! Pasti turun dari kereta aku langsung dicegat petugas! Haduh gimana ini??! Pokoknya aku harus cepat-cepat kabur waktu transfer kereta nanti!” Rasanya saya nggak bisa tenang selama perjalanan itu. Mana di depan tempat saya duduk ada kamera CCTV. Wassalam.

Alhamdulillah, ketika keluar kereta tidak ada petugas yang mencegat saya. Huahaha. Akhirnya saya tahu dari saudara saya bahwa minum atau makan permen di dalam kereta masih bisa ditoleransi. Tujuan larangan itu dibuat sebenarnya agar kebersihan kereta tetap terjaga. Jadi kalau hanya sedikit minum, tidak masalah. “Kalau ketahuan pun biasanya ditegur dulu. Nggak langsung di-fine juga,” kata saudara saya waktu itu. Esoknya, saya juga sempat menemui beberapa Singaporean yang minum di dalam kereta. Syukurlah.

Biaya yang saya keluarkan untuk transportasi selama berada di Singapura cukup banyak. Begitu sampai di Changi Airport, saya membeli kartu Ez-Link seharga $12 di ticket counter Terminal 2 (dekat Changi Station). Kartu ini berisi saldo $7 dan bisa di-top up untuk pemakaian selanjutnya. Setelah ditotal saya menghabiskan sekitar $25 untuk empat hari. Ketika pulang, kartu Ez-Link saya kembalikan. Saldo yang ada di kartu itu bisa saya uangkan kembali setelah dipotong $5.

Nah, yang lebih menantang adalah naik bus! Berbeda dengan kereta MRT, tidak ada nama tempat pemberhentian bus stop selanjutnya. Bus melaju dalam diam. Sepertinya bus di Singapura lebih banyak digunakan oleh penduduk yang memang sudah familiar dengan daerahnya. Ketika penumpang akan turun, mereka cukup memencet tombol yang ada di samping tempat duduk. Bus akan berhenti di bus stop terdekat. Kalau tidak dipencet, ya tidak akan berhenti kecuali ia perlu menaikkan penumpang.

Waktu pertama kali naik bus, saya bingung mencari bus station dan menentukan di mana harus turun. Saya kemudian bertanya dan berpesan kepada supir untuk diturunkan di tujuan saya. Selanjutnya, saya coba mengingat letak bus stop tempat turun kemarin, bertanya kepada orang di sebelah saya, serta menggunakan ilmu mengira-ngira! Oleh sebab itu lah, saya nggak pernah berhenti di tempat yang benar. Kadang kejauhan, kadang juga turun sebelum bus stop yang seharusnya. Untung saya tidak perlu terlalu jauh berjalan kaki. Untuk pembayaran, kita juga bisa menggunakan Ez-Link card. Tap tap the card everywhere.

Pernah satu kali saya menggunakan taksi. Wow, harganya cukup fantastic baby! Perjalanan dari Esplanade ke Jurong West dengan waktu tempuh setengah jam dihargai sekitar $32. Tapi naik taksi seru juga sih. Kita bisa mengamati jalanan di Singapura, tanpa macet! Sepanjang perjalanan itu, taksi melaju dengan sangat lancar. Bahkan rasanya tidak ada beda antara jalanan biasa dengan jalan tol karena semua sama-sama lancar. Tidak ada pemandangan motor yang berdesak-desakan, jalanan lebih banyak diisi oleh kendaraan beroda empat. Motor sangat minim sekali, kalaupun ada biasanya saya menemui motor-motor semacam Harley Davidson. Katanya izin untuk mempunyai kendaraan pribadi di Singapura cukup ribet, plus harga dan pajaknya mahal. Kalau moda transportasinya sudah sangat baik, siapa juga yang butuh kendaraan pribadi?

Intinya, apapun moda transportasi yang digunakan, berpetualang di Singapura tetap terasa menyenangkan.

Leave a Reply