Mencicipi Film Alternatif

Kemarin saya bersama Dila, Mutia, dan Aef menyaksikan premiere film “Another Trip To The Moon” (dalam bahasa Indonesia, Menuju Rembulan). Film karya Ismail Basbeth ini diputar pertama kali pada International Film Festival Rotterdam dan berhasil menjadi salah satu nominator Tiger Award Competition. Penasaran dengan film ini, saya memutuskan untuk membeli satu tiketnya seharga 25.000. Sebuah harga yang cukup fantastis untuk kelas film independen.

Menonton film independen atau film festival sebenarnya memiliki sensasi tersendiri. Setelah sekian lama familiar dan terbiasa dengan film-film Hollywood, menonton film di jalur alternatif tak jarang membuat saya terbengong-bengong, bingung, bahkan gemas sendiri. Film-film semacam pertama kali saya tonton di kelas mata kuliah Kajian Film semester tiga lalu.

Kembali ke Another Trip To The Moon, ekspektasi saya terhadap film ini sedikit terarahkan akibat prestasi pemutaran pertamanya yang langsung menembus festival film kelas dunia. Pada satu jam pertama, penonton akan disuguhi pola kehidupan dua orang perempuan yang tinggal di tengah hutan. Pakaian, tempat tinggal, dan cara mereka berburu mengingatkan saya akan kehidupan manusia primitif. Konflik kemudian baru muncul ketika salah satu di antara mereka tiba-tiba meninggal karena tersambar petir. Selepas kejadian tersebut, sang pembuat film banyak menampilkan hal-hal yang menurut saya aneh, seperti contohnya kehadiran UFO, hewan-hewan yang diperankan oleh manusia, hingga setting yang tiba-tiba bersanding dengan dunia modern. Banyak simbol-simbol yang menanti diinterpretasikan sendiri oleh para penontonnya.

Uniknya, pemain-pemain (salah satunya Tara Basro! ) dalam film ini sama sekali tidak mengucapkan sepatah dialog pun. Meskipun demikian, film ini tidak sepenuhnya bisu. Another Trip To The Moon diwarnai dengan gumaman lagu dan desisan mantra-mantra yang membuat aura film surealis ini semakin kuat. Walau sama sekali tidak ada kata-kata familiar yang bisa ditangkap, mantra-mantra tersebut berhasil menghadirkan suasana magis dan mencekam. Berpadu dengan latar hutan pinus yang teduh, aduh film ini semakin syahdu.

Overall, saya tetap menyukai Another Trip To The Moon. Cobalah saksikan, karena jelas akan memberikan kalian pengalaman menonton yang berbeda! Screening Another Trip To The Moon selanjutnya akan diadakan tanggal 10 Juni 2015 dalam Jogja ArtWeeks! Selamat menyaksikan.

PS: Membaca premis film ini terlebih dahulu akan membantu kalian untuk memahami isi ceritanya agar tidak tersesat seperti saya.

Leave a Reply