Geliat Dolly sebagai Kawasan Prostitusi di Surabaya

Selain dikenal sebagai Kota Pahlawan dan Kota Bisnis, Surabaya dikenal pula sebagai kota yang memiliki “wisata” prostitusi yang melegenda. Seakan bukan hal yang saru, bisnis perkelaminan telah menjadi sesuatu yang tumbuh dan berkembang sejak lama di Surabaya.

Lahirnya Dolly Sebagai Kawasan Prostitusi

Surabaya memiliki tempat-tempat alternatif yang menawarkan “kelumrahan” untuk menyalurkan nafsu birahi dengan sarana wanita bayaran. Bangunrejo, Jarak, Klakah Rejo, Moroseneng, Kremil, Kembang Kuning, hingga Pulo Wonokromo adalah sejumlah nama di antara banyak lokasi-lokasi lain di Surabaya yang bergelut (atau pernah bergelut) dengan praktek-praktek pelacuran. Tak ketinggalan pula, Gang Dolly, kompleks pelacuran yang diklaim sebagai pusat prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Gang Dolly, atau yang hanya cukup disebut dengan Dolly, terletak di Jalan Kupang Gunung Timur I, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Walaupun hanya sebuah jalan sepanjang kurang lebih 200 meter dan lebar 5 meter, lokasi ini relatif mudah dijangkau, terlebih bagi siapa yang benar-benar menginginkannya.

Dolly pada awalnya merupakan lokasi pekuburan Tionghoa, yang pada akhirnya diserbu dan digilas oleh pendatang. Bangunan-bangunan makam, digali, dibersihkan dari tulang-belulang orang mati, atau hanya sekedar digilas hingga rata dengan tanah. Makam tersebut dibongkar karena telah dinyatakan pemerintah daerah tertutup bagi jenazah baru. Hal tersebut terjadi sekitar tahun 1966. Munculnya wisma-wisma di Gang Dolly, dimulai bertahap dari sisi sebelah Barat dan kemudian meluas ke Timur hingga merambah ke Jalan Jarak dan Putat Jaya. Dua tahun kemudian, Dolly tumbuh semakin pesat, walaupun tidak semua rumah dipergunakan sebagai wisma, namun kawasan tersebut telah menyuguhkan wisma-wisma dari mulai yang sederhana hingga mewah.

Asal Mula Nama Dolly

Tokoh yang berjasa dibalik kemasyhuran prostitusi utama Surabaya adalah Dolly Khavit. Ia menghuni lahan bekas makam itu mulai tahun 1967. Dolly Khavit merupakan seorang wanita yang konon juga bekas pelacur sekaligus germo yang sebelumnya beroperasi di kawasan Kembang Kuning. Ia-lah yang pertama kali mendirikan wisma di Kupang Gunung Timur I. Seorang anak laki-lakinya yang merupakan hasil perkawinan dengan seorang pelaut Belanda, juga ikut mengelola bisnis-bisnis prostitusi ini setelah dewasa. Atas “jasa”nya, nama Dolly Khavit akhirnya dipergunakan sebagai nama kompleks pelacuran Gang Dolly.

Selain cerita tersebut, terdapat versi berbeda mengenai asal muasal nama Gang Dolly. Beberapa sumber mengatakan bahwa lokalisasi Dolly ini telah ada dan sudah beroperasi sejak zaman Belanda. Pendirinya bernama Dolly van der Mart, seorang wanita keturunan Belanda. Ia berperan sebagai pemasok wanita-wanita pelacur kepada tentara Belanda yang sedang ditugaskan di Surabaya. Usaha Dolly van den Dart tersebut lambat laun berkembang dalam masyarakat dan menjadi buah bibir pada masa itu.

Status Dolly Sebagai Kawasan Prostitusi

Dalam geliatnya, kompleks pelacuran Dolly bisa dikatakan tidak resmi karena izin penggunaan bangunan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Izin mendirikan wisma awalnya diperoleh dari pihak kepolisian setempat dengan alasan untuk pendirian warung kopi yang dilayani perempuan-perempuan. Seiring berjalannya waktu, Dolly semakin melegenda dan semakin banyak dikenal orang. Pemerintah Kota Surabaya melihat hal ini sebagai dua sisi mata pisau, prostitusi pastilah megundang banyak efek-efek negatif untuk kota, namun di sisi lain konon Dolly juga memberikan sumbangan yang cukup besar pada kas kota.

Dalam konteks hukum, praktek pelacuran semacam Dolly telah melanggar pasal 296 KUHP yang berbunyi “Barang siapa yang pencahariannya atau kebiasaanya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000”. Dan pasal 506 KUHP: “Barang siapa sebagai mucikari (souteneur) mengambil untung dari pelacuran perempuan, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan”. Dalam pelaksanaanya, kebijakan ini akhirnya diolah dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). Istilah lokalisasi yang disandang Dolly bukan berarti legalisasi, dalam arti bahwa hukum tidak melegalkan pelacuran meskipun penegakan perundang-undangannya tidak tegas.

Peraturan mengenai prostitusi sebenarnya telah dimiliki Surabaya, pada tahun 1999 Pemerintah Kota Surabaya melalui Perda pada no 7 tahun 1999 melarang adanya bangunan prostitusi di kota Surabaya. Keberadaan Perda tersebut tidak serta-merta menghentikan geliat Dolly, walaupun begitu Pemkot Surabaya melakukan upaya bertahap dan berkala untuk perlahan-lahan ‘menjinakkan’ Dolly. Barulah pada dua tahun terakhir ini, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, telah mencanangkan 2014 sebagai tahun bersih prostitusi di Jawa Timur dengan menutup sebanyak 44 lokalisasi, termasuk di antaranya lokalisasi di Kota Surabaya. Tak hanya wacana, aksi nyata pembersihan pun telah dilakukan Wali Kota Surabaya, Tri Risma Harini dengan menutup lokalisasi Kremil, Klakah Rejo, Bangunsari dan Tambakasri. Para Penjaja Seks Komersial (PSK) pun diberi pelatihan keterampilan agar tak lagi menjalankan profesinya.

Lebih dari sekedar sebuah praktek perzinahan, Dolly telah memberikan sumber penghidupan baik kepada para pelacur, germo, maupun masyarakat di sekitarnya yang membuka berbagai macam usaha. Di Gang Dolly kita dapat menemukan lebih dari sekedar hingar bingar musik dan aktivitas perkelaminan, di dalamnya tersimpan pula ironi kehidupan yang menggigit rasa kemanusiaan. Keberadaan Gang Dolly tak ayal telah menjadi bagian dari lika-liku sejarah dan bagian kota Surabaya.

 

Daftar Pustaka

Purnomo, Tjahjo. 1985. Dolly, Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly. Jakarta: Grafiti Pers.

Soedjono. 1977. Pelacuran Ditinjau dari Segi Hukum dan Kenyataan dalam Masyarakat. Bandung: PT. Karya Nusantara.

–, “Jumlah Wisma di Gang Dolly Semakin Menyusut”. http://www.tempo.co/read/news/2013/10/12/058521244/Jumlah-Wisma-di-Gang-Dolly-Semakin-Menyusut. 23 Oktober 2013.

–, “Dolly van Mart Cikal Bakal Gang Dolly”. http://www.tempo.co/read/news/2013/10/12/173521230/Dolly-van-der-Mart-Cikal-Bakal-Gang-Dolly-Surabaya/1/1. 23 Oktober 2013.

–, “Surabaya Besih Prostitusi”. Terarsip dalam http://www.sindoweekly-magz.com/artikel/15/i/14-20_juni_2012/insight/87/surabaya_bersih_prostitusi. 24 Oktober 2013.

Leave a Reply