Mendayung Impian Dari Bibir Pasifik

Berasal dari daerah perbatasan Indonesia di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara tidak menghalangi Abner Tindi untuk bersemangat meraih apa yang ia cita-citakan. Sejak lulus SMA, ia hijrah ke Surabaya hingga Jogjakarta dengan modal tekad yang kuat untuk menuntut ilmu. Perjuangan tersebut ia tujukan agar ilmu yang diperoleh dapat ia didedikasikan bagi masyarakat di bibir pasifik Indonesia.

Abner Sarlis Tindi atau yang akrab dipanggil dengan Abner merupakan mahasiswa pascasarjana Ilmu Komunikasi UGM. Ia lahir dan besar di Karatung, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Selain bergulat dengan tesis yang sedang ia kerjakan, Abner juga tengah bergabung sebagai peneliti dalam Partnership For Advancing Democracy and Integrity (PADI), sebuah lembaga yang berada di bawah payung Kemitraan dan United Nation Development Programme (UNDP). Sebagai putera daerah perbatasan, Abner juga memiliki mimpi dan cita-cita untuk dapat menjadi pakar komunikasi perbatasan Indonesia. Titik yang ia pijak sekarang tentu tidak diraih dengan mudah, Abner telah mengarungi bermacam pelajaran dan pengalaman yang menarik untuk ditelisik kembali.

Continue reading

Kisah Di Balik Tulisan Bodi Truk

Berawal dari pengalaman backpacking, Enggar Rhomadoni mendapatkan inspirasi untuk menciptakan sebuah karya seni. Inspirasi tersebut melintas ketika ia mencermati gambar dan tulisan yang terpampang pada bagian belakang truk.

Perjalanan Berbuah Inspirasi

Perjalanan backpacking Enggar menuju Banyuwangi-Bali-Lombok menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi mahasiswa Seni Lukis, Universitas Negeri Yogyakarta ini. Anggaran dana yang terbatas membuatnya tidak memiliki cukup uang untuk membeli tiket pulang. Bersama seorang temannya, Enggar kemudian berinisiatif untuk menumpang truk dari Banyuwangi hingga Yogyakarta. Perjalanan pulang tersebut memakan waktu selama dua hari. Enggar pun tak hanya menumpang pada satu truk saja, ia harus berganti-ganti truk, mulai dari truk pengangkut pasir hingga tebu. Pengalaman tersebut banyak memberikan Enggar perspektif baru, utamanya mengenai kehidupan supir truk, “Dari situlah saya akrab dengan supir-supir truk. Utamanya supir truk lintas (provinsi). Nah, waktu di daerah Probolinggo saya lihat truk yang di bagian belakangnya ada tulisan ‘Gagal Tobat’. Di situ saya mulai merasa tertarik,” katanya.

Continue reading

Merapal Mantra Aktualitas dan Faktualitas

Media daring berkembang dengan pesat. Informasi disuguhkan dalam hitungan detik dari genggaman tangan pembaca. Namun, media cetak tetap bergerak pasti dengan menjunjung tinggi dua mantra: aktualitas dan faktualitas.    

Tidak selamanya teknologi dapat menggantikan bentuk fisik. Sebagian orang masih merasa tak afdol dalam mencerna informasi jika hanya mengandalkan media daring. Media cetak tetap dinanti. Surat kabar, buletin, tabloid, maupun majalah menjadi gong informasi yang dapat lebih dipercaya. Berita dirangkai melalui sebuah proses panjang keredaksian yang penuh dengan berbagai macam pertimbangan. Aktualitas dan faktualitas yang dihadirkan secara menyeluruh tersebut masih menjadi poin utama dalam memenangkan hati pembaca.

Continue reading

Mengulik Ragam Kesenian di Kampung Kadipaten

Dinobatkan sebagai kampung wisata dan budaya, Kelurahan Kadipaten memiliki beragam kesenian yang unik. Ragam kesenian ini adalah potensi besar yang menjadi daya pikat utama Kadipaten.

Sejak tahun 2013, Kelurahan Kadipaten telah diproyeksikan untuk berkembang menjadi kampung wisata di Yogyakarta. Penetapan Kadipaten sebagai kampung wisata tentunya tidak serta merta tanpa alasan. Terletak di jantung kota budaya Yogyakarta, aroma kebudayaan serta geliat kesenian tradisional dapat dirasakan betul di Kadipaten. Hal tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan dari upaya warganya untuk tetap menjaga dan menggiatkan kearifan lokal melalui berbagai kelompok kesenian.

Continue reading

Geliat Aktivis Lingkungan Di Jogjakarta

Tak hanya tinggal diam, sejumlah warga Yogya berinisiatif membentuk komunitas-komunitas untuk menyikapi masalah lingkungan. Mereka melakukan berbagai kegiatan, mulai dari kampanye hingga pengawalan isu, demi Yogya yang lebih baik.

Minggu (8/3) pagi, Jalan Mangkubumi dipadati oleh masyarakat yang ingin menikmati acara car free day. Di tengah keramaian tersebut, sejumlah anak muda mengenakan kaus hitam bertuliskan angka 60. Mereka tergabung dalam Earth Hour (EH) Jogja, sebuah komunitas peduli lingkungan yang berdiri pada 2010. Ihsan Martasuwita, Ketua EH menjelaskan, “Earth Hour di Indonesia sudah ada sejak 2009. Terus berkembang ke 27 kota lain. Komunitas ini tidak hanya ada di Indonesia, tapi di 159 negara.”

Selama lima tahun berdiri, EH telah melakukan kampanye-kampanye untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan. “Di tahun 2015 ini, kami fokus pada empat kegiatan. Pertama, tentu JogjaPetengan dalam rangka Hari Bumi. Kemudian ada Baby Tree Friends, kami mendonasikan dan memfasilitasi teman-teman yang ingin menanam pohon. Ada juga program KonservAksi penyu di Pantai Samas. Kami juga melakukan roadshow Sesami, Sekolahku Sayang Bumi, ke sejumlah SD setiap bulan,” kata Ihsan.

Continue reading