Subkultur dan Anak Muda
Subkultur merupakan konsep yang abstrak, dinamis, serta bersifat konstitutif bagi objek studinya (Barker, 2009:341). Dick Hebdige memberikan pengertian bahwa subkultur adalah sebuah kebudayaan yang berada di dalam kebudayaan lain. Kebudayaan tersebut dibentuk oleh sekelompok masyarakat yang mempunyai kesamaan nilai, norma, cara berpikir, serta karakteristik yang berbeda dari kultur dominan. Di sisi lain, Barker mengartikan subkultur sebagai cara hidup atau peta makna yang dipahami oleh anggota kelompok tertentu. Kata ‘sub’ mengandung pengertian bahwa kebudayaan yang ada dalam kelompok tersebut berbeda dengan budaya mainstream.
Secara sederhana, subkultur dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya dominan. Menurut Brake (dalam Barker, 2009:343), terdapat lima fungsi yang dapat dimainkan subkultur bagi para anggotanya, yaitu:
- Menyediakan suatu solusi ajaib atas berbagai masalah sosial-ekonomi dan struktural
- Menawarkan suatu bentuk identitas kolektif yang berbeda dari sekolah dan kerja
- Memperoleh suatu ruang bagi pengalaman dan gambaran alternatif realitas sosial
- Menyediakan berbagai aktivitas hiburan bermakna yang bertentangan dengan sekolah dan kerja
- Melengkapi solusi bagi dilema identitas eksistensial.
Fungsi di atas memberikan penawaran yang menarik bagi anak muda untuk bergabung dengan subkultur tertentu. Bergabung dengan subkultur yang dipilih memberi anak muda ruang untuk mengeksplorasi identitas diri, merasakan ikatan kelompok yang kuat, sekaligus menjadikan subkultur sebagai ruang untuk melakukan pemberontakan terhadap otoritas budaya orang tua dan budaya dominan yang kolot dan kaku (Putri, 2011:20). Terdapat banyak subkultur anak muda yang berkembang sejak pertengahan abad ke-20, di antaranya Teddy Boys, Mod, Hippie, Skinheads, Greaser, Hip-Hop, Rave dll. Dalam esai ini, penulis memilih untuk membahas salah satu subkultur yang cukup populer, yaitu Punk.
Perkembangan Punk di Dunia
Pada awalnya kemunculan subkultur Punk merupakan bentuk perlawanan musik di London dan New York. Musik Punk lahir akibat kejenuhan atas musik Rock yang dinilai semakin kehilangan esensinya. Sekelompok musisi akhirnya mempopulerkan aliran musik baru yang disebut dengan Punk Rock. Semangat yang diusung musik Punk memberikan kesempatan bagi semua orang untuk bebas berekspresi dan berpartisipasi menciptakan bentuk musik baru tanpa melihat status maupun skill. Selain itu Punk juga memiliki semboyan Do It Yourself (DIY), tolak komersialisasi, kapitalisme dan kekuasaan. Beberapa band Punk yang terkenal pada masanya adalah The Fugs, Velvet Underground, Stooges, Modern Lovers, New York Dolls, The Ramones, dll.
Kata Punk pertama kali muncul tahun 1970 pada sebuah artikel di majalah Fusion dengan judul The Punk Muse yang ditulis oleh Nick Tosches. Sekitar enam tahun kemudian, kata Punk lebih dikenal luas berkat usaha Legs McNeil, John Holmstrom, dan Ged Dunn. Mereka menerbitkan sebuah majalah yang mengulas penampilan-penampilan band di sebuah tempat bernama CBGB. Legs McNeil memprakarsai agar majalah tersebut dinamakan Punk. Kata tersebut dinilai merefleksikan segala sesuatu yang mereka sukai seperti mabuk, bertingkah buruk, pintar namun tidak berlagak hebat, absurd, lucu, ironis, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan sisi gelap (Hannon, 2010:3). Untuk menarik perhatian masyarakat, mereka menyebarkan poster-poster bertuliskan “Watch out! Punk is coming!” ke seluruh penjuru kota New York (Widya, 2010:42).
Lirik-lirik yang banyak memuat kritik sosial mengubah Punk menjadi sebuah gerakan politik. Punk adalah respon, bentuk ekspresi kemarahan serta frustasi atas krisis kemunduran Inggris yang ditandai dengan maraknya pengangguran, kemiskinan, dan berubahnya standar moral (Barker, 2010:347). Pada tahun 1977, band The Sex Pistols menyuarakan kritik keras kepada kerajaan Inggris melalui lagu God Save The Queen. Ditambah dengan desain kover lagu yang provokatif, cacian The Sex Pistols pada kerajaan Inggris berhasil menggemparkan masyarakat pada masa itu (Putri, 2011:23). Oleh sebab itulah, sering disebutkan bahwa Punk merupakan akronim dari Public United Nothing Kingdom atau sekumpulan anti peraturan kerajaan (Berek, 2014:57).
Tak hanya mengenai lirik, Punk memiliki keunikan dalam bentuk tarian. Tarian Punk menunjukkan kontak fisik yang keras, badan saling berbenturan, terpukul, tersikut, tertendang hingga meloncat ke tengah-tengah penonton (crowd surfing). Gaya tari tersebut dikenal dengan istilah moshing. Dikenal pula tarian pogo atau melompat ke atas dan ke bawah sesuai dengan hentakan irama musik Punk. Meskipun beresiko, tarian Punk tersebut dianggap sebagai bentuk ekspresi dari jiwa yang liar, bebas dan berani (Putri, 2011:99).
Serba-Serbi Punk
Meski memiliki inti ideologi yang sama, Punk masih terbagi menjadi sejumlah kelompok-kelompok yang memiliki keunikan masing-masing. Adapun jenis-jenis Punk menurut Widya (2010:54-60) sebagai berikut:
- Anarcho Punk: Anti-otoritarian, anti-kapitalis, identik dengan kekerasan, berusaha menjauhi narkoba/seks/alkohol karena dinilai sebagai bentuk penindasan diri, kerap kali mengkritik kekuasaan maupun lemahnya gerakan Punk itu sendiri.
- Crust Punk: Hidup dan melakukan protes di jalanan, tuna wisma dengan pekerjaan tidak tetap, seringkali mengemis, hidup dari limbah masyarakat sebagai realisasi dari pemanfaatan sumber daya tidak terpakai.
- Glam Punk: Anggotanya adalah seniman dengan berbagai macam karya, bergaya androgini, menjauhi perselisihan.
- Nazi Punk: Berpaham ideologi nasionalis kulit putih yang identik dengan Skinhead kulit putih, lagu-lagu yang diciptakan mengungkapkan kebencian terhadap kelompok minoritas lain.
- Oi: Anggotanya adalah para hooligans, berbuat keonaran utamanya setiap pertandingan sepak bola, memandang rendah kaum elit maupun orang-orang yang bekerja pada kaum elit layaknya budak.
- Queercore: Anggotanya adalah kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transseksual), mengkritik dan menyuarakan isu seksualitas dan gender dalam karyanya.
- Riot Grrrl: Gerakan Punk feminis yang mengkritik dan menyuarakan isu mengenai perempuan seperti pemerkosaaan, KDRT, dll.
- Scum Punk: Anggotaya disebut dengan straight edge scene, sangat peduli dengan kebersihan, kebaikan moral, menghargai orang lain dan berusaha tidak mengonsumsi hal-hal yang dapat merusak tubuh, memiliki filosofi life hard die young.
- Skate Punk (anggotanya para pemain skateboard) dan Ska Punk (kolaborasi antara Punk dan musik Reggae Jamaika).
Selain sebagai tren remaja dalam musik, bentuk perlawanan, dan keberanian dalam memberontak, Punk juga dapat didefinisikan sebagai tren dalam fashion. Menurut Hebdige, gaya yang ditampilkan Punk sarat dengan makna. Punk menghadirkan pemberontakan dan pembangkangan dengan gaya abnormal. Identitas Punk dihadirkan lewat aksesoris rantai, celana jeans belel ketat yang robek, bin liners, boxer, rambut yang diwarnai, rambut bermodel mohawk atau spike, peniti, bloonder, sepatu boot Dr. Martens, piercing, tattoo, ikonografi fetisisme seksual, make up yang serba gelap, pemasangan emblem pada pakaian, dll. Semua bentuk simbol yang dikenakan oleh kaum Punk menyiratkan kehidupan masyarakat kelas bawah yang penuh dengan kesengsaraan sebagai hasil dari kekuasaan dan kapitalisme.
Fashion khas Punk tidak dapat dipisahkan dari peran Malcolm McLaren dan Vivienne Westwood. Nama keduanya menjadi tersohor berkat toko pakaian Let It Rock yang mereka dirikan. Situasi sosial yang buruk pada masa itu menginisasi McLaren untuk melakukan perlawanan simbolis melalui fashion. Ia berpikir dengan penampilan yang ‘tidak beres’ maka masyarakat akan melihat ada sesuatu yang tidak beres dalam tatanan sosial masyarakat. Pakaian dan atribut yang dirancang oleh McLaren merepresentasikan semangat underground serta menjadi bentuk penolakan terhadap normalitas (anti-fashion) yang diciptakan oleh kepentingan pasar (Putri, 2011:91). Malcolm McLaren dan Vivienne Westwood juga merupakan tokoh penting dibalik kesuksesan band Punk paling tersohor, The Sex Pistols.
Punk di Masa Kini
Tidak semua orang mengetahui semangat dan ideologi yang diusung oleh Punk. Keberadaan Punk di jalanan yang identik dengan tindakan anarkis seringkali justru menimbulkan stereotype negatif dalam masyarakat. Tak jarang pula, ideologi Punk hanya diadopsi sebatas pada sisi fashion saja tanpa memahami pandangan yang melatarbelakanginya. Oleh Michael Maffesoli, hal tersebut diidentifikasi sebagai ciri dari urban tribes. Masyarakat –khususnya dalam kasus Punk, anak muda– hanya menikmati kolektivitas dengan cara saling berbagi minat, gaya, dan lifestyle yang sama.
Punk kembali menjadi tren di tahun 2000an dengan kehadiran band Green Day, Blink 182, Good Charlotte, Sum 41, My Chemical Romance, Simple Plan dll. Sejak saat itu ditengarai semangat anti-kemapanan Punk telah mengalami kelunturan mengingat kepopuleran mereka tak terlepas dari peran major label. Ironisnya fashion khas Punk turut mengalami inkorporasi. Industri fashion menyulap gaya Punk menjadi sebuah tren baru. Fashion Punk tidak lagi menjadi simbol pemberontakan, sebagai gantinya beralih menjadi komoditas yang dipasarkan secara luas oleh kaum kapitalis, yang notabene merupakan musuh utama yang berusaha dilawan Punk (Putri, 2011: 26).
Daftar Pustaka
Barker, Chris. 2009. Cultural Studies: Teori & Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Barnard, Malcolm. 2009. Fashion Sebagai Komunikasi: Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Kelas, dan Gender. Yogyakarta: Jalasutra.
Berek, Dominikus Isak Petrus. 2014. “Fashion Sebagai Komunikasi Identitas Sub Budaya: Kajian Fenomenologis Terhadap Komunitas Street Punk Semarang”. Jurnal Interaksi. VIII, (1), 56-66. Terarsip dalam http://ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksi/article/ /download/8207/6727. Diakses 13 April 2015.
Hannon, Sharon M. 2010. Punk: A Guide To American Subculture. United States: Greenwood Publishing Group. Terarsip dalam https://books.google.co.id/books?id=5CrUGq8t77kC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false. Diakses 14 April 2015.
Hebdige, Dick. 1979. Subculture: The Meaning of Style. London: Routledge. Terarsip dalam http://www.erikclabaugh.com/wpcontent/uploads/2014/08/181899847-Subculture.pdf. Diakses 13 April 2015.
Eddy, Chuck. 2011. The Sex Pistols Biography. Terarsip dalam http://www.rollingstone.com/music/artists/the-sex-pistols/biography. Diakses 14 April 2015.
Putri, Arum Sutrisni. 2011. Fashion Punk Dan Identitas Remaja: Analisis Semiologi Simbol Visual Dalam Fasion Komunitas Punk Solo Grand Mall di Surakarta. Skripsi Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Terarsip dlm http://eprints.uns.ac.id/5882/1/191401211201106151.pdf. Diakses 13 April 2015.
Widya G. 2010. Punk: Ideologi Yang Disalahpahami. Yogyakarta: Garasi House Of Book.