Berasal dari daerah perbatasan Indonesia di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara tidak menghalangi Abner Tindi untuk bersemangat meraih apa yang ia cita-citakan. Sejak lulus SMA, ia hijrah ke Surabaya hingga Jogjakarta dengan modal tekad yang kuat untuk menuntut ilmu. Perjuangan tersebut ia tujukan agar ilmu yang diperoleh dapat ia didedikasikan bagi masyarakat di bibir pasifik Indonesia.
Abner Sarlis Tindi atau yang akrab dipanggil dengan Abner merupakan mahasiswa pascasarjana Ilmu Komunikasi UGM. Ia lahir dan besar di Karatung, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Selain bergulat dengan tesis yang sedang ia kerjakan, Abner juga tengah bergabung sebagai peneliti dalam Partnership For Advancing Democracy and Integrity (PADI), sebuah lembaga yang berada di bawah payung Kemitraan dan United Nation Development Programme (UNDP). Sebagai putera daerah perbatasan, Abner juga memiliki mimpi dan cita-cita untuk dapat menjadi pakar komunikasi perbatasan Indonesia. Titik yang ia pijak sekarang tentu tidak diraih dengan mudah, Abner telah mengarungi bermacam pelajaran dan pengalaman yang menarik untuk ditelisik kembali.
Meniti Perjuangan Gigih
Merantau merupakan impian yang telah Abner idamkan semenjak SMA. Selepas lulus SMA, Abner hijrah ke Surabaya untuk mempelajari bidang public relation di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS). Banyak motivasi yang melatarbelakangi Abner untuk merantau, “Saya harus merubah nasib. Itu terpateri betul di dalam batin karena latar belakang saya memang dari keluarga tidak berkecukupan,” ujar Abner ketika ditemui di kantor PADI, Kamis (25/6) siang. Nihilnya sokongan dana dari orangtua tidak lantas membuat Abner menyerah. Ketekunan dalam belajar berhasil membuatnya meraih Beasiswa Supersemar yang menjadi sumber dana selama kuliah.
Memasuki tahun kedua kuliah, Abner bergabung dengan Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Walaupun pengalamannya di dunia politik masih minim, dalam waktu satu tahun Abner berhasil membuktikan bahwa ia layak menduduki jabatan sebagai Sekretaris Parkindo Jawa Timur. Kesibukan di partai politik menuntutnya untuk handal membagi waktu antara kuliah dan organisasi. Menurut Abner, ada sejumlah kelebihan dan kekurangan yang didapatkan mahasiswa ketika aktif berkegiatan di dalam maupun di luar kampus. “Tidak hanya mengetahui akademik saja, kita bisa menimba ilmu melalui bersosialisasi dengan banyak orang. Pengalaman organisasi juga bisa kita dapatkan. Minusnya, terkadang ada sejumlah jadwal perkuliahan yang bolong. Hal tersebut memaksa kita untuk bisa mengejar ketertinggalan,” ujarnya. Aktif di partai politik terbukti tidak membuat Abner lalai, ia tetap dapat menyelesaikan kuliah dalam waktu tiga setengah tahun.
Pada tahun 2009, Abner kembali ke Karatung untuk mengabdikan diri pada kampung halamannya. Melalui tes penerimaan pegawai negeri sipil, ia ditempatkan dalam formasi komunikasi public relation di kantor Kecamatan Nanusa, Karatung. Tahun 2012, Abner kemudian dipindahtugaskan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kepulauan Talaud pada bagian program dan informasi kebijakan. Karir bidang pemerintahan yang dijalani Abner tersebut sangat memfasilitasi passion-nya untuk berhubungan dan menjalin kerja sama dengan banyak orang.
Jogjakarta, Kota Impian Diperjuangkan
Karir bidang pemerintahan dijalankan Abner dengan baik, namun hal tersebut tidak lantas membuatnya merasa puas. “Dalam hati kecil, kerinduan sebagai akademisi muncul lagi. Menurut saya seorang birokrat yang baik harus matang dari segi pengalaman dan ilmu. Itulah alasan yang membuat saya berpikir untuk melanjutkan S2 di UGM,” ungkap Abner. Kesempatan melanjutkan studi akhirnya didapatkan Abner melalui beasiswa khusus PNS yang dibiayai oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Keputusan untuk kembali belajar, meninggalkan karir dan zona nyaman diakui Abner sebagai keputusan yang sangat berani baginya. “Tapi komitmen untuk mengubah masa depan sudah kuat, di hatiku ini sudah bergelora jiwa untuk segera sekolah,” tutur Abner sembari mencairkan suasana. Selaku anak daerah, Abner bertekad untuk mendedikasikan ilmu yang didapat bagi kepentigan bangsa utamanya masyarakat di daerah perbatasan.
Abner menilai bahwa Jogja merupakan kota yang indah, nyaman dan memesona. Namun walau diselimuti dengan suasana yang bersahabat, Jogja juga merupakan tempat penggemblengan yang panas. “Kadang kita dimanjakan oleh kondisi tempat kita tinggal sebelumnya. Tapi tekad kita sudah harus bulat, yaitu untuk mengubah nasib dengan cara menimba ilmu,” kata Abner. “Jangan melihat ada tantangan apa di tempat yang baru, tapi siapkan diri karena sebetulnya kita ini raksasa. Kita harus mengalahkan kondisi yang kita hadapi. Jangan kita yang dihancurkan oleh kondisi,” lanjutnya.
Selama ada kesempatan untuk menimba ilmu, hal tersebut harus dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh tanpa menyia-nyiakan segala peluang. “Kalau ingin menjadi sesuatu yang besar, berjalanlah di pundak raksasa. Ketika berkesempatan belajar di UGM, artinya kita juga harus berjalan dengan kekuatan yang UGM miliki. Bawalah yang kita pelajari untuk daerah asal masing-masing,” pesan Abner. Mahasiswa UGM telah disiapkan untuk hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai pengajar yang mampu mentransformasikan ilmu, sebagai peneliti yang mampu mengeksplorasi sumber daya untuk kesejahteraan bersama, serta sebagai abdi yang baik untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Ilmu dan nama besar yang disandang mahasiswa selepas lulus dari UGM harus digunakan, diimplementasikan, serta dijaga dengan baik sebagai bentuk tanggung jawab terhadap almamater.
Selama ini, salah satu bentuk perhatian UGM kepada masyarakat daerah perbatasan telah disalurkan melalui program kuliah kerja nyata (KKN). Berkat bantuan dan koneksi Abner pula, selama dua tahun terakhir UGM telah mengirimkan mahasiswanya untuk mengabdikan diri ke Kepulaun Talaud. “Saya mewakili isi hati masyarakat dan pemerintah daerah Talaud mengucapkan terima kasih yang sangat besar dan mendalam kepada UGM. Memang pengabdian teman-teman UGM tidak serta-merta mengubah segalanya, tapi kehadiran mereka mampu menjadi obat bagi masyarakat bibir pasifik,” kata Abner.
Terakhir, Abner berpesan kepada para mahasiswa agar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Menurutnya, hal tersebut dapat dilakukan dengan empat cara. Pertama, percaya pada potensi diri masing-masing. Kedua, memastikan bahwa motivasi yang dianut adalah untuk belajar, bukan untuk bersenang-senang karena UGM memang diperuntukkan bagi orang-orang yang mau belajar. Ketiga, bersiap untuk berjuang luar dan dalam serta fokus terhadap tujuan. Keempat, jangan lupa untuk beribadah. “Jadilah seorang yang pembelajar yang otaknya dipenuhi dengan ilmu dan hatinya dipenuhi oleh nilai-nilai suci kerohanian”, katanya. “Seorang mahasiswa itu seorang pejuang dan pemenang. Jangan pernah berpikir bahwa Anda akan gagal atau kalah. Tidak ada tugas atau tantangan yang terlalu berat untuk tidak bisa dikerjakan,” tutup Abner mengakhiri pembicaraan dengan SKM Bulaksumur UGM siang itu. (chiki)