Memimpikan Yogyakarta sebagai Smart City

Berkaca pada Singapura sebagai pelopor smart city, Festival Kota Gadjah Mada (Festagama) 2015 menggelar diskusi “Tantangan Smart City  untuk Yogyakarta Berbudaya” pada 2 Mei. Diskusi ini mengulas apa saja yang perlu dilakukan menuju Yogya modern yang nyaman untuk semua warganya.

Sabtu (2/5) sore itu Taman Budaya Yogyakarta dipadati oleh pengunjung yang antusias mendatangi Festagama Expo 2015. Selain mengamati pameran hasil karya mahasiswa Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota  Jurusan Arsitektur dan Perencanaan UGM, pengunjung juga menantikan diskusi yang menghadirkan Guru Besar Arsitektur UGM Achmad Djunaedi, Pakar Smart Campus Muh. Aditya Arief Nugroho, dan  Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Bappeda Provinsi DIY Ni Made Dwi Indrayanti.

Di dalam smart city kebutuhan penduduk dapat diakses dengan cepat, stabilitas ekonomi sosial terjaga, serta terdapat kecukupan infrastruktur yang didukung oleh teknologi dan informasi. Smart city  memiliki enam unsur utama yaitu:

  1. Smart economy : mengacu pada pemanfaatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses produksi distribusi barang atau jasa sehingga lebih efektif dan efisien.
  2. Smart governance : peningkatan kinerja internal pemerintah dan pelayanan publik dengan menggunakan sistem online. Penerapannya akan meningkatkan efisiensi kinerja pemerintah, memangkas birokrasi, menghemat anggaran dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam demokrasi.
  3. Smart mobility : tersedianya beragam moda dan sistem transportasi yang memudahkan akses mobilitas masyarakat.
  4. Smart environment : pemanfaatan kemajuan teknologi untuk melindungi dan memelihara lingkungan kota, termasuk di dalamnya mencakup pengelolaan air bersih, sampah, dan limbah.
  5. Smart living : penciptaan kualitas hidup yang nyaman bagi masyarakat dengan beberapa indikator yaitu kesehatan, perumahan, persampahan, energi, sarana rekreasi dll.
  6. Smart people : tidak hanya mengacu pada kualifikasi edukasi dan kemampuan masyarakat dalam menggunakan teknologi, melainkan juga kualitas interaksi sosial yang terbentuk.

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Yogyakarta diharapkan dapat menyusul Surabaya dan Singapura yang telah terlebih dahulu membangun smart city.

“Untuk Indonesia saya kira kita dapat menambahkan smart disaster management.Sementara di Yogyakarta kita bisa menerapkan smart culture,” kata Prof. Djunaedi. Potensi pariwisata, budaya, dan pendidikan yang terdapat di Yogyakarta dapat disinergikan membentuk indikator smart city  khas Yogyakarta.

Dalam Festagama Expo, mahasiswa PWK juga memamerkan rancangan konsep smart city  yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan di Yogyakarta. Konsep tersebut di antaranya adalah rancangan Kridosono Smart Pole, sistem parkir bawah tanah, pedestrian yang ramah bagi pejalan kaki dan difabel, one stop shop, smart junction, pewujudan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau melalui Nologaten Ecopark dan sebagainya.

Mewujudkan Yogyakarta sebagai smart city  memang tidak mudah. Impian smart citymembutuhkan proses dan sinergi dengan aspek-aspek lain, termasuk penerimaan masyarakat.

Smart city  bukan cuma urusan pemerintah saja, industri juga mempunyai pengaruh, selain itu sebenarnya masyarakat mempunyai peran yang paling utama,” kata Aditya.

Pendapat Aditya didukung oleh Ni Made, yang mengatakan, “Smart city  harus didukung oleh smart people. Ketika teknologi maju tapi masyarakat dan budaya belum bisa menerima perubahan, semua itu akan percuma.” (chk)

Leave a Reply