A Little Glimpse About Business and Trust In Digital Media

Pada tahun 2001, Bill Gates dalam bukunya Business @ The Speed Of Thought: Using A Digital Nervous System memprediksikan bahwa dunia bisnis akan mengalami perubahan yang pesat. Perkembangan dalam jangka waktu sepuluh tahun setelah abad 21 ia prediksikan akan melampaui perkembangan yang telah terjadi dalam lima puluh tahun sebelumnya. Akses serta aliran informasi digital mendorong dunia bisnis untuk lekas bertransformasi. Hal tersebut disebabkan karena informasi dan pengetahuan adalah komponen krusial dalam pertumbuhan ekonomi dan bisnis (Castells, 2010:77).

Pola perekonomian berkembang ke arah digital. Infrasruktur jaringan digital dan komunikasi telah memberikan platform global sebagai dasar manusia dan perusahaan berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama, dan mencari informasi. Perekonomian digital juga merujuk pada kolaborasi teknologi komputasi dan komunikasi melalui internet serta jaringan lainnya, hingga menghasilkan aliran informasi dan teknologi yang menstimulasi e-commmerce (Turban, Rainer, Potter, 2006:6). Oleh sebab itu tidaklah berlebihan jika Gates sebelumnya memprediksikan bahwa transaksi antara perusahaan dan konsumen maupun antar perusahaan akan berubah menjadi transaksi digital yang swalayan (Gates, 2001:62).

Bisnis di media digital telah menjadi aktivitas yang umum dilakukan oleh masyarakat berkultur digital. Terdapat dua istilah sepadan yang merujuk pada aktivitas tersebut yaitu e-commmerce (perdagangan elektronik) dan e-business (bisnis elektronik). E-commmerce diartikan sebagai proses pembelian, penjualan, transfer, atau pertukaran produk, jasa, maupun informasi melalui jaringan komputer termasuk internet. Sedangkan e-business dinilai memiliki pengertian yang lebih luas, yaitu meliputi pembelian dan penjualan barang atau jasa, dan juga pelayanan pelanggan, kolaborasi dengan mitra bisnis, pelaksanaan e-learning dan transaksi elekronik dalam perusahaan (Turban, Rainer, Potter, 2006:181-182).

Bisnis pada media digital mulai berkembang pada tahun 1970 berupa transfer dana secara elektronik. Namun aplikasi tersebut hanya dapat dinikmati oleh beberapa perusahaan saja. Barulah seiring dengan berkembangnya internet dan web pada awal tahun 1990, bisnis elektronik dapat dimanfaatkan oleh berbagai  perusahaan, tak hanya terbatas pada perusahaan-perusahaan besar. Berbisnis pada media digital menjadi begitu menggiurkan karena berbagai macam kelebihan yang ditawarkan, yaitu sebagai berikut:

  1. Dapat menjangkau berbagai daerah. Selama pembeli terakses pada jaringan internet, jarak tidak menjadi hambatan. Pangsa pasar tidak terbatas bahkan justru meluas melintasi berbagai belahan dunia.
  2. Tidak terbatas pada waktu. Bisnis dalam media digital dapat tetap berlangsung selama dua puluh empat jam. Tidak seperti di dunia nyata yang kadang terhambat oleh jam istirahat, jam kerja, maupun hari libur.
  3. Informasi dan interaksi antara pembeli dan penjual ditransmisikan dengan cepat melalui saluran komunikasi digital.
  4. Efisiensi pencarian informasi dan fitur-fitur yang memudahkan pekerjaan dapat menghemat waktu kerja. Sisa waktu tersebut dapat dialokasikan untuk menyelesaikan permasalahan yang lain sehingga produktivitas dapat meningkat.
  5. Biaya rendah. Berbisnis di media digital membutuhkan biaya yang lebih sedikit. Biaya sewa, gaji pegawai, promosi maupun pendistribusian informasi dapat ditekan dengan keberadaan teknologi digital (Senn, 2004:387).

Memiliki kelebihan-kelebihan tersebut bukan berarti bisnis dalam media digital bebas dari berbagai macam kekurangan. Transaksi online bagi sebagian besar masyarakat, khususnya di negara berkembang, belum menjadi hal yang lumrah untuk dilakukan. Masyarakat beranggapan membeli barang di dunia maya bagaikan membeli kucing dalam karung karena mereka tidak dapat melihat atau mencoba wujud asli barang yang dibeli. Isu lain yang menghambat perkembangan bisnis di media digital adalah lemahnya kepercayaan masyarakat. Hal ini terkait dengan isu-isu kejahatan di internet seperi pencurian identitas dan penipuan (Oetomo, 2007:308).

Lingkungan internet memberikan peluang terjadinya kejahatan yang sering dikenal dengan istilah cybercrime. Salah satu bentuknya adalah pelanggaran privasi dan pencurian data-data pribadi pengguna. Pada saat melakukan transaksi online di media digital seringkali pembeli diwajibkan untuk mengisi form tertentu yang memuat informasi pribadi seperti alamat email, password, nomor rekening, alamat rumah, dan lain-lain. Keamanan data yang terkumpul tersebut tak selamanya dapat terjamin. Contoh kasus bocornya informasi pribadi terjadi tahun 2009 di Inggris pada sebuah provider bernama Demon Internet. Perusahaan tersebut membocorkan perencanaan tagihan rekening, alamat email, nomor telepon, username serta password  lebih dari 3.500 kliennya (Miller, 2011:131).

Bentuk cybercrime yang lain adalah tindakan penipuan. Salah satu kasus penipuan bisnis pada media digital menimpa Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo. Kejadian penipuan itu terjadi pada bulan September tahun 2014, ketika Roy Suryo berniat membeli sebuah sepeda fixie pada situs jual beli OLX.com. Setelah menyepakati harga dan jenis sepeda yang ditawarkan, ia mentransfer uang sejumlah satu juta rupiah kepada rekening penjual. Namun, Roy Suryo tidak kunjung mendapatkan sepeda pesanannya dengan berbagai macam alasan serta tidak pula mendapatkan uangnya kembali. Beruntung, identitas dan lokasi pelaku penipuan tersebut dapat diketahui, pelaku pun diamankan oleh pihak yang berwajib. Kasus yang menimpa Roy Suryo adalah satu dari banyak penipuan yang terjadi dalam dunia bisnis media digital. Beberapa korban bahkan menderita kerugian dalam jumlah yang lebih besar dan tidak cukup beruntung untuk memidanakan pelaku penipuan karena sistem cybercrime yang sudah disusun begitu rapi serta terstruktur.

Menggiatkan bisnis dalam dunia digital membutuhkan usaha yang lebih keras. Utamanya dalam membangun kepercayaan antara pembeli kepada penjual maupun antar penjual kepada pembeli. Oleh sebab itulah dibutuhkan sistem keamanan yang dapat menjamin kegiatan bisnis online di media digital berlangsung dengan baik. Beberapa persyaratan keamanan yang harus dipenuhi baik pembeli dan penjual dalam kegiatan e-commerce adalah sebagai berikut:

  1. Autentifikasi. Pembeli, penjual maupun lembaga pembayar harus mengesahkan identitas masing-masing, sehingga komunikasi antarpihak dapat berlangsung aman dan jelas.
  2. Integritas. Penting untuk memastikan bahwa data dan informasi yang ditransmisikan melalui e-commerce tidak disalahgunakan untuk maksud buruk dan tidak bertanggung jawab.
  3. Nonrepudiasi. Pihak pebisnis membutuhkan perlindungan atas penolakan yang sepihak dari pelanggan. Sementara pelanggan juga membutuhkan perlindungan dari penyangkalan atas pembayaran yang diterima.
  4. Privasi dan keamanan. Menjamin keamanan identitas agar terbebas dari hal-hal yang dapat merugikan (Turban, Rainer, Potter, 2006:218).

Salah satu mekanisme perlindungan keamanan yang mencakup persyaratan-persyaratan di atas adalah mekanisme enkripsi. Enkripsi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu proses yang membuat pesan tidak dapat dibaca tanpa adanya sandi-sandi tertentu. Trik yang dapat diperdayakan untuk menjaga sistem informasi dan keamanan e-commerce terbagi menjadi tiga kategori, yaitu (1) pengendalian umum, mencakup pengendalian fisik, akses, dan keamanan data, (2) pengendalian komunikasi, mencakup keamanan batas, autentifikasi, dan otorisasi, (3) pengendalian aplikasi, mencakup pengendalian input, pemrosesan, dan hasil (Turban, Rainer, Potter, 2006:549).

Hal lain yang tak kalah penting dalam memperbaiki kegiatan bisnis di media digital adalah kesadaran bagi pihak terkait, baik penjual maupun pembeli, untuk menjadi pengguna yang benar-benar menguasai teknologi yang dimanfaatkan. Pengguna secara sadar harus memahami setiap langkah dilakukan dan konsekuensi yang harus dapat ditimbulkan. Jangan sampai kita sebagai manusia justru dirugikan oleh keberadaan teknologi yang notabene diciptakan oleh manusia itu sendiri.

“.. technological advancements occur so rapidly, that humans themselves will not be able to keep pace and will be out-evolved by machines that are more intelligent than humans.” –Vincent Miller.

 

Daftar Pustaka

Castells, Manuel. 2010. The Rise Of The Network Society Second Edition. Singapore: Wiley Blackwell.

Gates, Bill. 2001. Business @ The Speed Of Thought. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Miller, Vincent. 2011. Understanding Digital Culture. London: SAGE.

Oetomo, Budi Sutedjo Dharma. 2007. Pengantar Teknologi Informasi Internet: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Senn, James A. 2004. Information Technology: Principles, Practices, Opportunities  Third Edition. New Jersey: Pearson.

Turban, E., McLean, E., & Wetherbe, J. 2004. Informatioon Technology for Management: Transforming Organization In The Digital Economy Fourthc Edition.  New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Turban, E., Rainer, Kelly., & Potter, Richard. 2006. Pengantar Teknologi Informasi Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Infotek.

http://www.merdeka.com/peristiwa/tertipu-beli-sepeda-menpora-roy-suryo-senang-pelaku-ditangkap.html. “Tertipu Beli Sepeda, Menpora Roy Suryo Senang Pelaku Ditangkap”. Diakses 25 Oktober 2014.

Leave a Reply