Judul: Kubah | Penulis: Ahmad Tohari | Penerbit : Gramedia Pustaka Utama | Cetakan : II, September 2001 | Tebal: 192 halaman | ISBN : 979-605-176-1
“…Sebelum datang kematian, setiap orang akan mengalami satu di antara tiga cobaan; sulit mendapat rezeki, kesehatan yang buruk, dan hilangnya orang-orang terdekat. Yang kini sedang terjadi pada dirimu, saya kira adalah gabungan ketiga cobaan hidup itu. Luar biasa memang. Namun apabila kamu percaya dan berserah diri kepada Tuhan, maka jalan keluar selalu tersedia…”
Tak ada yang mampu meragukan bahwa Ahmad Tohari memiliki nafas yang khas dalam setiap karyanya. Ia selalu berhasil menghadirkan kearifan masyarakat desa yang selama ini hanya dipandang sebagai masyarakat kelas bawah. Tema tersebut telah mendominasi sebagian besar karya seorang Ahmad Tohari. Melalui gaya bahasa yang apik dan santun, ia selalu mengajak pembacanya untuk belajar memaknai isu-isu sosial dari kesederhanaan hidup dan keikhlasan yang kaya dimiliki oleh masyarkat desa.
Adalah Karmin, seorang bekas tahanan politik, yang dikisahkan dalam novel berjudul Kubah ini. Kubah menjadi novel pertama di masanya, yang berani menuturkan kisah dengan latar belakang geliat partai komunis di tahun 1965. Lebih dari itu, melalui Kubah, Ahmad Tohari seakan berusaha merehabilitasi kembali hubungan antara eks-anggota partai komunis dengan masyarakat Indonesia. Penulis berfokus pada kegelisahan Karmin akan hidupnya, selepas ia terbebas dari penjara selama dua belas tahun. Dengan alur flashback, pembaca akan diajak untuk menapaki awal mula Karmin, seorang pemuda desa yang polos, terjebak ke dalam aktivitas partai komunis di desa Pegaten. Cerita juga diwarnai dengan kegelisahan Karmin terhadap wanita-wanita yang telah mengisi hatinya, Rifah dan Marni.
Terdapat banyak pesan moral yang disajikan dalam Kubah. Salah satu yang terpenting adalah mengenai agama. Sesuai dengan ajaran ideologi komunis, agama dianggap sebagai suatu candu yang meninabobokan kaum tertindas agar tertidur dari rasa ingin menuntut hak-hak mereka. Maka sebagai orang komunis yang taat, Karmin meninggalkan ajaran agama, sesuatu yang telah tumbuh bersamanya sejak ia kecil dan dibesarkan di tengah keluarga Haji Bakir yang taat. Namun, Karmin juga tidak bisa mengingkari kegelisahan hatinya untuk memiliki tempat ‘kembali’. Dari sisi ini, Ahmad Tohari seolah-olah sedang berdakwah kepada para pembacanya. Pemilihan judul Kubah pun menjadi representasi yang menarik untuk mewakili pesan moral yang diantarkan oleh Ahmad Tohari. (chk)