YOGYAKARTA – Prosesi Pawiwahan Ageng (pernikahan agung) GRAj Nur Abrajuwita, nama lahir Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu dan Angger Pribadi Wibowo atau Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro pada tanggal 21-23 Oktober 2013 disiarkan secara live streaming di website resmi Pawiwahan Ageng, kratonwedding.com. Live streaming prosesi Pawiwahan Ageng terwujudkan sebagai bentuk kerja sama anatara Kraton Yogyakarta dengan Jogja TV dan Usee TV. Selain disiarkan melalui website Kraton Wedding, live streaming juga dapat diakses melalui situs www.useetv.com, www.harianjogja.com, dan tv.solopos.com. Latar belakang KPH Notonegoro yang bekerja di New York sebagai diplomat United Nation Development Programme (UNDP) dan GKR Hayu yang pernah menempuh pendidikan di Australia, Singapura, Amerika, dan Inggris, membuat pasangan tersebut merasa perlu untuk membagi momen bahagianya dengan rekan-rekan yang berhalangan hadir dalam rangkaian prosesi Pawiwahan Ageng yang digelar di area Keraton Yogyakarta.
Month: October 2014
Refleksi Bumi Manusia
Membaca Bumi Manusia seakan menyadarkan kita akan potret derita bangsa yang terjajah, bangsa Indonesia. Diskriminasi, pemerasan, ketidakadilan hukum dan HAM diceritakan dengan begitu apik, sehingga dapat membuat pembacanya larut dan turut membayangkan bagaimana rasanya hidup dalam masa penjajahan yang keji. Pesona novel ini juga tak dapat dilepaskan dari andil tokoh-tokoh utamanya, Minke, Nyai Ontosoro dan Annelis. Sosok Minke dalam novel ini digambarkan begitu dilematis. Minke merupakan putra dari seorang bupati, oleh sebab itulah ia dapat tumbuh sebagai pemuda yang cerdas, buah atas hak mengenyam bangku pendidikan ala Eropa. Kemasyhuran yang ia nikmati bahkan membuat Minke menutup muka akan jati dirinya sebagai darah murni pribumi. Bangsa Eropa yang diagungkan oleh Minke tetaplah memandang bahwa orang-orang pribumi tak lebih dari gumpalan daging yang ditakdirkan untuk menjadi budak kulit putih.
Kekuatan novel ini juga dilahirkan Pram melalui nilai-nilai feminisme yang dibangun melalui penempatan tokoh-tokoh perempuan dalam posisi yang apik. Nyai Ontosoro contohnya, peran tersebut seakan menjadi salah satu sumber kharisma dalam novel ini. Nyai Ontosoro merupakan seorang wanita pribumi yang ‘dijual’ oleh keluarganya kepada seorang Belanda. Tak sempat merasakan kenikmatan emansipasi, wanita pribumi pada zaman penjajahan seolah ditakdirkan untuk saklek dan harus patuh pada nasib yang akan diberikan padanya. Meskipun demikian Nyai Ontosoro tidak tinggal diam, selepas menikah ia menyerap banyak ilmu dari suaminya. Ia tumbuh sebagai wanita pribumi yang sangat cerdas, bijaksana, bertangan dingin dan memiliki keagungan pribadi melebihi wanita-wanita Eropa berdarah biru.
Berlarut dengan kisah Bumi Manusia ini dapat membuat kita teringat sekaligus lupa. Teringat dan ikut merasakan kepedihan bangsa kita yang dulu dijajah, dibodohi serta diadu domba sedemikian rupa demi kepentingan orang-orang berkulit putih yang serakah. Namun saya yakin pastilah terbersit rasa syukur dalam diri pembaca, “untung saya tidak hidup di zaman penjajahan, untung sekarang Indonesia sudah merdeka, enak.” Padahal hingga saat ini kita masih terus dijajah, hanya saja kita sering kali lupa hakikat penjajahan karena hal tersebut terus berlangsung dengan cara-cara terselubung dalam kehidupan kita sekarang. Tak hanya bangsa Belanda saja, berbondong-bondong negara-negara lain terus mengeruk kekayaan yang kita punya. Seperti halnya Minke yang kemudian tersadar akan kondisi bangsanya, kita juga senantiasa dituntut untuk selalu memerdekakan bangsa kita sendiri dan tegak sebagai bangsa yang luhur dan berbudaya di atas kuasa sendiri.
A Little Glimpse About Business and Trust In Digital Media
Pada tahun 2001, Bill Gates dalam bukunya Business @ The Speed Of Thought: Using A Digital Nervous System memprediksikan bahwa dunia bisnis akan mengalami perubahan yang pesat. Perkembangan dalam jangka waktu sepuluh tahun setelah abad 21 ia prediksikan akan melampaui perkembangan yang telah terjadi dalam lima puluh tahun sebelumnya. Akses serta aliran informasi digital mendorong dunia bisnis untuk lekas bertransformasi. Hal tersebut disebabkan karena informasi dan pengetahuan adalah komponen krusial dalam pertumbuhan ekonomi dan bisnis (Castells, 2010:77).
Pola perekonomian berkembang ke arah digital. Infrasruktur jaringan digital dan komunikasi telah memberikan platform global sebagai dasar manusia dan perusahaan berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama, dan mencari informasi. Perekonomian digital juga merujuk pada kolaborasi teknologi komputasi dan komunikasi melalui internet serta jaringan lainnya, hingga menghasilkan aliran informasi dan teknologi yang menstimulasi e-commmerce (Turban, Rainer, Potter, 2006:6). Oleh sebab itu tidaklah berlebihan jika Gates sebelumnya memprediksikan bahwa transaksi antara perusahaan dan konsumen maupun antar perusahaan akan berubah menjadi transaksi digital yang swalayan (Gates, 2001:62).
Cognitive Dissonance Theory: LGBT Approach
Setiap individu dilahirkan dengan keunikan serta ciri khas yang membedakan satu orang dengan orang lainnya. Individu sebagai bagian dari masyarakat mempunyai andil menciptakan sebuah kesatuan sosial yang diwarnai dengan beragam perbedaan, baik perbedaan dari jenis kelamin, status sosial, pendidikan, kepercayaan, dan lain-lain. Namun kadang kala, perbedaan yang ada justru dapat menimbulkan diskriminasi terhadap golongan tertentu yang dianggap tidak mengamini nilai-nilai mayoritas dalam masyarakat.
Salah satu golongan yang rawan mengalami diskriminasi sosial adalah LGBT. LGBT merupakan akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender. Golongan ini memiliki perbedaan orientasi seksual yang signifikan dengan masyarakat pada umumnya. Lesbian dan gay merupakan bagian dari homoseksual, dicirikan dengan rasa ketertarikan dan kecintaan pada pasangan dengan jenis kelamin yang sama. Lesbian mencintai sesama wanita sedangkan gay mencintai sesama pria. Biseksual merupakan istilah bagi orang yang memiliki ketertarikan secara psikologi, emosional dan seksual baik kepada wanita maupun pria. Sedangkan transgender adalah golongan orang-orang yang berperilaku, berpenampilan, merasa dan berpikir dengan cara yang berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan saat mereka lahir. Transgender dalam masyarakat Indonesia sering juga dikenal dengan sebutan waria, banci, bencong, priawan, tomboy, dll.
Menelisik “Modern Times”
Modern Times, menurut saya, adalah sebuah film yang wajib untuk ditonton. Film yang rilis pada tahun 1936 ini tak hanya menawarkan akting Charlie Chaplin yang kocak dan menghibur, namun juga memuat nilai-nilai esensial yang mewakili kehidupan pada dunia nyata. Secara tidak sadar, kita dihadapkan pada isu-isu penting yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat pada masa itu. Salah satu sorotan yang intens digambarkan pada film ini adalah mengenai kehidupan masyarakat kelas bawah dan juga buruh.
Tokoh utama Modern Times, Little Tramp dan juga Gamine The Girl dikisahkan sebagai seseorang yang kurang beruntung. Little Tramp begitu miskin, bodoh, sering ditimpa kesialan serta tidak mempunyai keterampilan kerja yang memadai. Hal tersebut membuatnya seringkali harus berganti-ganti pekerjaan dalam waktu singkat. Di lain sisi, Gamine dikisahkan sebagai seorang tunawisma yang ayahnya terbunuh pada sebuah demonstrasi buruh. Kedua sosok tersebut akhirnya berteman dan bersama-sama gigih mencari sumber pendapatan yang, pada masa itu, amat langka.